Rabu, 04 Februari 2009

Tabah Penemuan Siregar, Aktor Senior


Menjadi Pendakwah Setelah 10 Tahun Terjerat Narkoba


Meski telah tobat dan menjadi pendakwah, bukan berarti Tabah bebas dari godaan. Sering ketika harus pergi berdakwah, datang tawaran syuting yang cukup menggiurkan. Namun Tabah yakin bahwa Allah sanggup memberikan lebih dari yang diberikan dunia. Terbukti, tawaran syuting itu kembali datang setelah ia menunaikan tugasnya. Bagaimana Tabah bisa lepas dari jeratan narkoba?


Terik matahari persis berada di atas ubun-ubun kepala ketika Realita menyambangi sebuah kediaman besar di Jalan Moch Kafi II Nomor 40, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, tempat berlangsungnya syuting sinetron Cinta Bunga. Dalam sinetron tersebut, seorang aktor kawakan senior, Tabah Penemuan Siregar, terlibat sebagai salah satu pemainnya. “Ngomongin narkoba memang nggak akan pernah ada habisnya, apalagi jika dikaitkan dengan pengalaman hidup saya,” katanya membuka pembicaraan sambil sesekali tangannya menyeka keringat dengan handuk yang digulungkan di lehernya.

Setiap orang pastilah mempuyai masa lalu. Baik dan buruknya masa lalu seseorang merupakan cerminan proses perjalanan hidup yang telah dilewati. Namun sayangnya, tidak semua proses perjalanan hidup itu bisa dilalui dengan mulus tanpa hambatan. Pasti ada saja tawaran kenikmatan dunia yang seringkali membuat seseorang menjadi terlena, bahkan tidak menutup kemungkinan menjadi lupa daratan. Termasuk turut merusak hubungan vertikal dengan sang Pencipta.

Itulah sedikit gambaran yang pernah menghiasi perjalanan hidup Tabah Penemuan, dimana dirinya pernah terjebak dalam nikmatnya belaian kasih sayang narkoba hampir sepuluh tahun lamanya. Terhitung sejak tahun 1988-1998. Semuanya bermula dari kenakalan-kenakalan kecil dan keingintahuan yang secara tidak langsung terjadi tanpa sengaja. Sejak duduk di bangku sekolah dasar, kenakalan Tabah memang mulai terlihat. Kala itu, tanpa sepengetahuan orang tuanya, Tabah mulai berani menghisap rokok. Saat itu ia merasa menemukan kenikmatan tersendiri. Kebiasaan menghisap rokok itu pun semakin sering dilakukannya.

Seiring dengan berjalannya waktu, usai menamatkan pendidikan sekolah dasar, tingkat kenakalan Tabah semakin meninggi mengikuti bertambah luasnya pergaulan yang dilakoninya. Memasuki masa SMP, Tabah bukan hanya senang merokok, tetapi ia juga mulai tertarik mencoba minuman keras seperti AO dan menghisap ganja. Tidak hanya itu, Tabah juga menjadi pribadi yang senang berkelahi, baik secara tim ataupun satu lawan satu. Malah dalam prinsipnya saat itu, tidak ada kata kalah dalam berkelahi. Itulah yang membuat Tabah dijuluki “tabor” yang artinya tabah bangor. Karena selain jagoan dalam mabok, Tabah juga jagoan dalam hal berkelahi. “Dulu itu waktu sekolah, kalau ada tawuran, bisa dipastikan gue pasti yang ada di barisan paling depan,” ujarnya. Hal tersebut membuatnya seringkali berpindah-pindah sekolah antara Jakarta dan Medan, karena orang tuanya tidak mau direpotkan dengan kelakuannya.

Kebiasaan Tabah yang seringkali mengkonsumsi minuman keras, membuat minuman keras menjadi makanan pokoknya seperti nasi yang wajib dikonsumsi. Parahnya lagi, Tabah lebih mengutamakan minum minuman keras ketimbang makan nasi. “Dulu itu buat gue kalau belum kena miras, rasanya seperti ingin muntah. Makanya setiap bangun dari tidur yang gue cari bukannya nasi, tapi miras atau ganja,” kenangnya.

Jaringan pergaulan Tabah yang kian meluas membuat level pengetahuannya akan narkoba juga semakin meningkat. Konsumsi Tabah tak lagi hanya sebatas minuman keras dan ganja, tetapi sudah mulai merasakan nikmatnya pil seperti, butterfly, pinklady, blackheart, dan budastik. Sebelum akhirnya sampai kepada level pil sekelas inek. Dari hasil pergaulannya, Tabah juga mengaku kalau ia sempat merasakan nikmatnya serbuk kokain yang memang sesuai dengan harganya yang mahal. Namun kenikmatan tersebut tidak berlangsung lama akibat teman yang juga bertindak sebagai pemasok berpindah tempat. “Untunglah kejadiannya teman gue hilang dengan sendirinya, karena gue takut tergantung dengan kokain. Selain harganya yang mahal, itu barang bisa mematikan,” tuturnya.

Di tengah perjalanan, Tabah pun sempat merasakan yang namanya putaw ataupun shabu-shabu. Namun hal itu tidak berlangsung lama sebab Tabah tidak mau menanggung efek mengkonsumsi putaw dan shabu-shabu. Baginya, efek putaw dan shabu dapat mempengaruhi perilaku menjadi tak bermoral, seperti timbulnya keinginan mencuri barang atau uang. “Gue memang pemabok tetapi untuk urusan curi mencuri itu haram buat gue. Karena dulu gue berprinsip kalau gue pengen mabok, ya harus cari uang sendiri,” urainya.

Target Operasi. Dari hanya berstatus sebagai pemakai, Tabah juga berstatus sebagai pengedar atau bandar. Dari mulai berjualan ganja hingga inek, pernah dilakoninya. Hal ini juga yang membuat Tabah masuk dalam lingkaran bandar ataupun pengedar yang menjadi target operasi polisi. Daerah Jakarta Pusat merupakan daerah jajahan Tabah untuk melakukan transaksi penjualan.

Meski berstatus pemakai sekaligus bandar, tak sedikitpun membuat Tabah pernah bersinggungan dengan jeruji besi. Ini dikarenakan Tabah selalu saja lolos dari razia. Diakuinya, semuanya itu berkat doa dari alm. H. Mansur Samin, sang ayah yang juga bertindak sebagai ulama di tempat tinggalnya. “Gue yakin, gue masih selalu dikasih keselamatan sama Allah, karena gue selalu dibawa dalam doa dan tahajudnya bokap gue setiap beliau shalat. Gue ngomong begini karena gue merasakannya,” jelasnya.

Dari hasil berjualan barang-barang haram, membuat kantongnya semakin bertambah tebal. Bisa dibayangkan dalam satu hari, kala itu Tabah bisa mengantongi uang sebanyak Rp 6,5 juta. Tetapi dalam satu hari itu juga uang itu bisa habis. “Gue sendiri bingung kemana uang gue habis. 6,5 juta memang gue pegang tapi sampai dalam kamar itu sisa tinggal Rp 7.500. Kalau dipikir ya begitulah, namanya uang haram nggak bisa jadi berkah,” katanya.

Itulah pola hidup yang dilakoni Tabah selama sepuluh tahun. Pagi jadi malam dan malam jadi pagi. Otomatis kehidupannya menjadi terbalik. Hingga pada satu ketika membawanya pada satu kondisi dimana ia tidak lagi merasakan satu kenikmatan meski posisinya sedang dalam keadaan memakai. Ya, dititik inilah Tabah mulai merasakan kalau ini memang akhir dari segalanya. Setelah tiga hari lamanya tidak tidur, akhirnya Tabah pulang ke rumah, masuk ke dalam kamarnya. Selama dua hari lamanya Tabah tak terbangun dari tidurnya.

Disinilah mukjizat dan hidayah itu terjadi dimana ketika itu Tabah merasakan kalau hari itu memang benar-benar gelap meski sebenarnya hari masih siang. Saat itu Tabah merasakan kesakitan yang sangat luar biasa akibat dosis narkoba yang dikonsumsinya tak lagi memberikan kenikmatan dalam tubuhnya. Tiba-tiba tanpa disadari, Tabah melihat satu cahaya terang yang luar biasa melintas di hadapannya bagaikan kilat. Dengan keadaan menahan sakit, saat itu Tabah berucap, “Ya Allah sekali saja kau berikan aku untuk hidup, maka akau akan ikut dalam jalan-Mu.”

Kembali ke Jalan-Nya. Mulai dari situ hidup Tabah terasa serba baru. Memang sulit dipercaya, karena seketika Tabah berubah dan tak lagi mau mengkonsumsi narkoba. Banyak temannya yang dibuat tercengang. Kendati dalam proses pertobatannya Tabah sempat jatuh kembali, namun atas saran dari Andi Sylvia Febriyanthi, sang istri, maka hal itu dapat diatasi dengan menunaikan ibadah Haji pada tahun 2005. Pulang dari menunaikan ibadah Haji, pertobatan Tabah baru bisa dibilang lebih terasa sempurna.

Ini dikarenakan tidak ada lagi hal-hal duniawi yang menggoda. Kehidupan keimanannya sudah jauh lebih tebal dibandingkan dengan nikmatnya tawaran dunia yang sifatnya sesaat. “Kalau dulu dunia memang gue kejar, tetapi sekarang buat gue dunia itu kecil karena ada yang jauh lebih besar yaitu kuasa Allah. Kalau dulu gue rajanya setan, tapi sekarang gue musuh setan yang paling pertama,” tandasnya.

Kini, hari-hari ayah dari Pora Hati Siregar ini dipenuhi dengan berbagai kegiatan yang bersifat religius. Bahkan Tabah pun sekarang banyak melakukan syiar keagamaan, misalnya saja melakukan kunjungan ke LP Paledang, Bogor, atau biasanya dalam setiap satu bulan sekali, Tabah pasti mempunyai jadwal kunjungan ke daerah-daerah yang dikenal rawan kemaksiatan. Bahkan belum lama ini Tabah baru saja menyelesaikan syiarnya selama 40 hari di Tasikmalaya, Jawa Barat. Tapi tetap saja godaan datang. Ketika hal itu ingin dilakukan dengan segenap hati, ada saja tawaran yang menggoda, misalnya saja tawaran untuk syuting. Kalau dilihat dari nominalnya pastinya bisa mencapai angka ratusan juta. Namun bagi Tabah, hal tersebut hanya godaan yang harus dihindari karena dirinya sudah berkomitmen untuk tetap berjalan di jalur-Nya. “Buat saya sekarang Allah sanggup memberikan lebih dari apa yang dunia berikan,” terang Tabah dengan penuh iman. Dan terbukti, tawaran syuting kembali datang selepas Tabah melakukan syiar 40 hari lamanya di Tasikmalaya. Gilbert


Tidak ada komentar: