Ery Erlangga “ery blind”, Penyanyi
Kebutaan Telah Membawanya Menjadi Penyanyi Profesional
Mata adalah indera yang cukup vital. Namun apa daya jika seseorang yang tadinya terlahir dengan mata normal, lalu karena kelalaiannya sendiri terpaksa harus menerima kenyataan pahit, yaitu tidak lagi bisa menikmati hidup melalui pandangan kedua matanya. Inilah garis hidup yang dialami oleh Ery Erlangga yang harus mengalami kebutaan akibat over dosis narkoba sehingga membuat jaringan saraf matanya menjadi rusak. Lalu bagaimana perjuangan Ery menjalani hidup tanpa melihat indahnya dunia?
Ery Erlangga Adiwiganda lahir di Bandung dari keluarga sederhana, pasangan Hadiman Adiwiganda dan Siti Nurjanah pada 19 November 1979 silam. Ayahnya bekerja sebagai wiraswasta di bidang pengolahan kayu, sementara ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Semenjak lahir, Ery tidak memiliki kekurangan fisik. Bakat dan keinginannya untuk menjadi seorang penyanyi memang sudah terlihat semenjak Ery duduk di bangku SDN Babakan 4 Pangandaran. Untuk membuktikan bakat dan kemampuannya tersebut, Ery pun sering mengikuti beragam acara pentas seni yang diselenggarakan di sekolah ataupun di luar sekolah.
Kendati Ery sudah menunjukkan bakat dan talentanya di bidang tarik suara, tak sedikitpun Ery mendapat dukungan dari orang tua. Usai menamatkan pendidikan di SDN Babakan 4 Pangandaran, Ery pun melanjutkannya ke SMPN 1 Pangandaran. Kendati tidak mendapat dukungan dari kedua orang tuanya dalam bidang tarik suara, Ery tetap berjalan sesuai dengan minat dan bakatnya yaitu bermusik. Untuk menunjukkan keseriusannya, Ery pun mulai membentuk sebuah group band bergenre rock, bernama Roadjet. Hari-harinya banyak dihiasi dengan kegiatan bermain band dari satu kafe ke kafe lain. Tak jarang Ery juga mengamen di jalan ataupun di bis kota.
Akibat sibuk dengan kegiatan bermusiknya, secara tidak langsung tentunya mengganggu jam belajar Ery di sekolah. Bahkan sempat membuat Ery tidak naik kelas ketika duduk di bangku SMAN 1 Pangandaran. Kontan saja hal tersebut semakin membuat kedua orang tua membenci dirinya. Ketidaksukaan kedua orang tua Ery atas pilihannya di jalur musik mungkin cukup beralasan, karena kedua orang tuanya tak ingin melihat anaknya tidak mempunyai masa depan yang cerah.
Usai menamatkan pendidikan SMAnya, pada tahun 1994, Ery meneruskan kuliah di FMIPA Universitas Padjadjaran, Bandung jurusan Managemen Informatika. Sayang kuliahnya hanya bertahan tiga semester, lagi-lagi karena bertolak belakang dengan keinginannya untuk menjadi penyanyi.
Terjerumus Narkoba. Akibat dari kurangnya perhatian dan kasih sayang membuat masa remaja Ery jadi hilang kendali. Apalagi dengan perceraian yang menimpa kedua orang tuanya tahun 1998, karena sang ayah memiliki wanita lain. Dengan segala macam masalah dalam hidupnya, Ery pun tergoda untuk menggunakan narkoba yang dianggapnya sebagai sebuah solusi.
Puncaknya terjadi pada 20 Februari 2003 dimana ketika itu Ery memang sudah benar-benar tidak tahan harus mengadu pada siapa lagi. Impian jadi penyanyi seakan pupus, keluarga sudah tidak memperdulikannya sama sekali, kuliah berantakan, semua persoalan melebur jadi satu hal yang sulit untuk dibenahi lagi. Kontan membuat Ery pada hari itu mengkonsumsi narkoba dicampur dengan minum-minuman keras sampai melewati batas. Hal tersebut membuat tubuh Ery lemah tak berdaya hingga berujung pada overdosis.
Setelah sadar, ia merasa bahwa pandangan matanya sudah tak jelas. Awalnya Ery hanya merasa kalau kegelapan pandangan kedua matanya, disebabkan karena ia belum sepenuhnya siuman overdosis. Namun bak satu pukulan yang teramat keras, Ery menerima vonis dari dokter kalau kegelapan yang menimpa dirinya disebabkan atas rusaknya jaringan saraf mata yang berujung kebutaan. ”Saya sadar semua ini akibat dari ketidakbersyukuran saya pada Tuhan. Jadi apa pun risiko terburuk maka saya harus menerimanya dengan lapang dada,” ujar Ery pasrah.
Ery berusaha bangkit dari keterpurukan untuk menggapai impiannya menjadi penyanyi. Kebutaan sempat membuatnya sulit diterima di industri musik. Tapi Ery tak menyerah, ia tidak mau mengulangi kesalahan untuk kedua kali. Setiap hari Ery berusaha untuk me-manage hati dan pikirannya. Baginya, cacat mata bukan alasan. Tak hanya mengalami kebutaan, sejak kecil, kaki Ery sebelah kiri mengalami kelainan akibat polio.
Mengeluarkan Album. Tanpa mengenal lelah, Ery terus berusaha dan berdoa sambil mengasah kemampuannya dalam bidang tarik suara. Mei 2005 usaha kerasnya berbuah manis, Ery berhasil menelurkan album indie perdananya yang berjudul ”Tears for The Freedom”. Single pertama Ery yang berjudul ”Menangislah untuk Tersenyum” berhasil menduduki chart teratas di radio-radio khususnya di Jakarta dan Bandung. Ery merasa kebutaannya lah yang telah menghantarkannya menjadi seorang penyanyi profesional yang selama ini diimpikannya. Hal tersebut lagi-lagi membuat Ery semakin hari semakin mengagungkan sang Khalik. ”Inilah jalan hidup yang sudah digariskan. Saya harus lalui dengan lapang dada. Mungkin kalau saya tidak mengalami kebutaan, saya tidak mungkin menjadi penyanyi profesional seperti sekarang ini. Yang jelas kondisi seperti sekarang ini membuat saya bisa belajar untuk bisa mensyukuri arti hidup yang sesungguhnya,” jelas Ery.
Ery merasa kalau semua ini berkat anugerah dan kebesaran Tuhan atas dirinya hingga pada oktober 2006 Ery bisa merilis album perdananya. Single pada album perdananya yang berjudul ”Pagi Ini” berkumandang di radio-radio dan TV nasional. Namun karena satu dan lain hal, Ery merasa kalau album perdananya tersebut kurang memuaskan, hingga akhirnya dalam waktu dekat, Ery akan kembali melepas album keduanya ke pasar, dengan mengubah nama menjadi Ery Blind. Dalam album keduanya tersebut 10 lagu adalah hasil ciptaannya sendiri yang didapat dari proses perenungan dan pembelajaran atas perjalanan hidupnya. Dalam album yang bertajuk ”Bintang Pagi” yang didapatkan dari analogi bahwa pagi adalah waktu yang harus dimulai dengan aktifitas yang penuh harapan. Sementara bintang dianalogikan dengan sinar yang terus terang meski berada di malam hari. Gilbert
Tidak ada komentar:
Posting Komentar