Ezra Agus Susanto, Freelanch Desain Konstruksi AC
Hidup Normal Meski dengan Tempurung Kepala Buatan
Jodoh dan kematian memang di tangan Tuhan. Tepat dua minggu menjelang pernikahannya, Ezra Agus Susanto mengalami kecelakaan maut yang membuat tempurung kepalanya diganti dengan tempurung kepala palsu. Bagaimana hari-hari Ezra Agus setelah itu?
Siang (25/6) itu, terik matahari berada persis di atas ubun-ubun kepala. Sengatannya pun terasa menusuk sampai ke dalam pori-pori kulit, menemani perjalanan Realita menuju sebuah rumah di Jl. Sukahati di kawasan Tangerang. Sejurus kemudian, muncul perempuan muda berbusana serba pink menanyakan maksud kedatangan Realita. Setelah tahu maksud kedatangan Realita yang ingin menemui Ezra Agus Susanto, perempuan itu pun segera memanggil Agus, begitu pria tersebut kerap disapa.
“Tunggu sebentar ya, Agus-nya sedang nanggung gambar di atas,” ujar perempuan berkulit putih tersebut. Lima menit kemudian Agus pun muncul dari lantai atas rumahnya. “Sayang, tolong ambilin bekas tempurung kepala saya yang di dalam freezer dong,” pinta Agus pada perempuan berbusana pink tersebut yang ternyata adalah istrinya, Priska. “Ini mas kalau mau lihat bekas tempurung kepala saya yang asli, sisa-sisa dari operasi tahun lalu. Maaf kalau sedikit agak bau, karena memang rencananya mau dikasih formalin, biar terlihat awet dan segar,” tandasnya sambil menjelaskan awal ketika dirinya mengalami kecelakaan. “Saya sangat bersyukur, selain diberikan kesembuhan secara sempurna, saya juga diberikan anugerah seorang istri yang begitu luar biasa baik,” tambah Sarjana teknik mesin jebolan Universitas Tarumanegara ini sambil memandangi istrinya yang duduk tepat di sebelahnya.
Agus pun mulai bercerita bagaimana kecelakaan itu terjadi. Seperti biasanya pada 27 Maret 2007, usai merampungkan pekerjaannya menggambar desain AC, Agus berniat untuk mengantarkan hasil gambar desainnya tersebut ke kantornya yang berada di bilangan Fatmawati, Jakarta Selatan. Hari itu, dengan mengendarai sepeda motornya, Agus berjalan dari rumahnya di kawasan Tangerang sekitar pukul 10.00 pagi.
Saat melangkahkan kaki, tak terlintas sedikitpun dalam benaknya bahwa pada hari itu ia akan berhadapan dengan maut. Untuk menuju kantornya, kala itu Agus memilih rute perjalanan melalui Cengkareng. Seperti biasa rute tersebut terkena macet. Saat itu Agus memutuskan untuk masuk ke dalam jalur Busway mengikuti kendaraan lainnya yang juga sudah masuk ke dalam jalur Busway tersebut.
Terbentur Trotoar. Tak disangka saat sedang melenggang di jalur Busway, ia mendengar pengendara lain berteriak-teriak mengatakan bahwa di ujung jalan ada polisi yang sedang bertugas. Agar tak tertangkap, Agus pun berniat keluar dari jalur Busway tersebut. Namun, ketika Agus ingin keluar, motornya dihantam oleh pengendara motor lain dengan kecepatan lumayan tinggi. Hantaman tersebut membuat Agus tidak lagi bisa mengendalikan kemudi motornya. Agus pun jatuh tersungkur hingga kepalanya membentur keras trotoar jalan. Benturan keras tersebut kontan saja membuat Agus langsung tak sadarkan diri. Dari kepala Agus, darah segar mengalir bercucuran.
Para tukang ojek yang berada di sekitar kejadian segera menolong Agus dan melarikannya ke RS Cengkareng. Setibanya di RS Cengkareng, Agus langsung masuk ruang UGD (Unit Gawat Darurat). Melihat kondisi Agus yang lumayan parah, salah seorang tukang ojek berusaha untuk menghubungi keluarga Agus melalui ponsel yang tersingkap di kantung celananya.
Pihak RS Cengkareng pun juga berusaha untuk menghubungi salah satu kerabat Agus. Mereka berhasil menghubungi Lienda Ishak, ibunda Agus. Ketika mendapat kabar Agus mengalami kecelakaan, Lienda yang kala itu sedang berada di Mangga Dua untuk berbelanja perlengkapan pernikahan bersama Priska, calon istri Agus, seketika menjadi panik. Langkah kaki Lienda bersama Priska pun segera menuju ke RS Cengkareng.
Dalam perjalanan menuju RS Cengkareng, Lienda maupun Priska tak henti-hentinya berdoa dalam hati memohon pertolongan Tuhan. Priska yang saat itu masih berstatus sebagai kekasih Agus, langsung mengambil ponselnya untuk meminta dukungan doa dari para pendeta dan tim pendoa di Gereja. Setibanya di RS Cengkareng, baik Lienda maupun Priska, lemas tak berdaya sambil berteriak histeris. Mereka shock melihat kondisi Agus yang sudah berlumuran darah. Apalagi setelah mereka mengetahui bahwa sejak Agus masuk RS Cengkareng mulai pukul 11.00 hingga pukul 14.00, didiamkan begitu saja. Kondisi Agus saat itu hanya diperban biasa dan diikat kedua kaki dan tangannya, akibat selalu meronta-ronta karena kesakitan. Melihat demikian, Lienda segera memindahkan Agus ke RS Siloam Hospital Tangerang.
Harapan Hidup Tipis. Setibanya di RS Siloam Hospital sekitar pukul 17.00, Agus segera mendapatkan perawatan. Tim dokter langsung melakukan cityscan. “Akibat dari benturan yang sangat keras, kepala bapak Agus mengalami pendarahan yang sangat hebat. Pak Agus juga mengalami pembengkakan otak yang parah dan ada bercak-bercak pendarahan di dalam otaknya. Ditakutkan akan berujung pada gegar otak hebat,” ujar Priska menirukan ucapan tim dokter yang diwakili oleh dr. Eka. “Presentasi untuk terjadinya kemungkinan hidup bagi saudara Agus secara kedokteran mungkin hanya tinggal 35 persen. Jadi pilihannya ada dua, apakah bapak Agus dioperasi dengan membuka tempurung kepalanya, atau hanya dengan diobati dari luar saja. Kalau hanya diobati dari luar saja, ditakutkan nantinya akan terjadi sesuatu yang di luar dugaan. Tetapi jika dioperasi, hal tersebut bisa diminimalisir. Makanya jangan pernah berharap kesembuhan kepada saya. Tetapi, mintalah semuanya itu kepada Tuhan, karena memang hanya Tuhan yang sanggup melakukan semuanya itu. Saya hanyalah alatnya Tuhan dan kemampuan saya terbatas,” tambah Priska menirukan kata-kata dr. Eka lagi.
Pernyataan dokter tersebut, sesaat membuat keluarga sedikit bingung untuk memenuhi persyaratan administrasi yang sangatlah mahal. Namun jarum jam terus berputar, membuat keluarga tak sempat lagi untuk berpikir lama. Semua demi keselamatan Agus. “Dokter segera operasi calon suami saya, berikan pelayanan medis terbaik atas dirinya,” kata Priska kemudian. Melihat sikap Priska yang demikian, membuat keluarga segera menandatangani persetujuan operasi.
Operasi pertama dilangsungkan pada malam harinya. Terlebih dahulu tim dokter melakukan pembersihan di bagian dalam kepala Agus. Selama berjalannya operasi, perasaan berdebar, tidak tenang, takut, dan sebagainya terus menggelayut di dalam hati Priska beserta kedua orang tua Agus.
Usai dioperasi untuk kali pertama, Agus tak sadarkan diri delapan hari lamanya di ruang ICU, persis bagaikan mayat. Sebagai calon istri, di sinilah kesetiaan Priska diuji. Di dalam ruang ICU, Priska terus mendampingi Agus sambil tak henti-hentinya memanjatkan doa. Dalam keadaan yang begitu tertekan, hanya Yesuslah yang menjadi sandaran satu-satunya bagi Priska maupun keluarga Agus. Oleh karenanya, Priska, Lienda, dan seluruh keluarga besar, beserta teman-teman Gereja terus berdoa, tersungkur bersujud di bawah kaki Bapa sambil bersimbah air mata, memohon kesembuhan yang sempurna untuk Agus. Tak heran kalau di ruangan di mana Agus dirawat, senantiasa dipenuhi oleh suara ratapan dan tangisan.
Beban keluarga Agus seakan tak ada habisnya. Mereka harus menghadapi banyak hal yang membuat mereka semakin terpuruk ke dalam keputusasaan. Ada kenalan mereka yang mengatakan mendapat penglihatan dan melihat roh Agus sudah terpisah dari tubuhnya. Dan banyak hal lain yang membuat keluarga Agus hampir kehilangan pengharapan akan kesembuhannya. Informasi yang didapatkan Lienda, sang ibu, dari suster rumah sakit pun tidak membuatnya tenang. Suster mengatakan kalau pun Agus nanti sembuh dan dapat pulang kembali ke rumah, kondisi paling bagus yang akan mereka hadapi adalah, dengan melihat Agus duduk manis di atas kursi roda. Atau kemungkinan terparah, bisa juga Agus hidup dalam keadaan lumpuh dan idiot.
Disinilah keteguhan Priska sebagai orang terdekat Agus, lagi-lagi kembali diuji. “Tuhan Yesus, saya tidak mau mendengarkan siapa pun. Baik itu vonis dokter, suster, atau pun keluarga lainnya yang mengatakan kalau Agus tidak lagi mempunyai harapan untuk hidup. Yang mau saya dengar hanyalah Engkau Yesus Tuhan Allahku. Saya percaya Tuhan iman saya berkata, kalau Tuhan akan memberikan kesembuhan yang sempurna. Kalau memang Tuhan mau memberikan kesempatan pada Agus untuk hidup kembali, maka berikanlah dia kesembuhan yang sempurna seperti sediakala. Karena saya tidak mau melihat Agus sebagai calon suami saya, hidup dalam keadaan cacat dan bodoh. Tuhan Yesus saya sangat percaya kalau Engkau sanggup melakukan segala perkara. Sebab tiada perkara yang mustahil bagi-Mu, semuanya sangat mungkin terjadi di hadapan Engkau ya Tuhan,” doa Priska yang bersandar sepenuhnya pada Yesus sang Juruselamat.
Ganti Tempurung Kepala. Tak lama waktu berselang, Agus kembali harus masuk ruang operasi untuk membedah tenggorokkannya demi membantu jalannya proses pernapasan yang juga sempat terganggu akibat pendarahan, selain juga sebagai bantuan untuk masuknya asupan makanan. Jadi, wajarlah jika Agus pun sempat tidak bisa berbicara selama beberapa pekan. Komunikasi pun hanya bisa dilakukan melalui alat tulis.
Dalam keterpurukan dan ketidakpastian, Agus kembali harus menjalani operasi yang ketiga untuk pemasangan tempurung kepalanya. Melihat pendarahan yang sudah berhenti dan pembengkakan dalam kepala Agus sudah mengecil, barulah operasi penggantian tempurung kepala bisa dilaksanakan. Namun sayangnya tempurung atau batok kepala Agus yang asli, sudah tidak bisa lagi digunakan karena ada beberapa jaringan syarafnya yang sudah rusak. Maka dokter pun memutuskan untuk menggantinya dengan tempurung kepala akrilik buatan manusia.
Doa yang tiada henti, pada akhirnya dapat membawa Agus melewati masa-masa kritis. Bahkan operasi demi operasi berjalan lancar, hingga proses kesembuhan pun mulai terlihat. “Sungguh campur tangan Tuhan sangat besar. Dari hasil scanning, secara medis kemungkinan besar akan terjadi kelumpuhan atau ketidakmampuan berkomunikasi atas diri saya, tetapi kenyataannya sama sekali hal tersebut tidak terjadi. Bahkan saya yang tadinya diberikan vonis paling cepat bisa mengalami fase pemulihan sampai 6 bulan bahkan hingga tahunan, semuanya terbantahkan. Hanya dalam waktu 35 hari, Tuhan menyembuhkan saya dengan sempurna,” jelas Agus.
Mukjizat terjadi bukan hanya ketika Agus terbaring di ruang ICU, atau saat terbaring di meja operasi. Namun untuk kesekian kalinya, berkat kesungguhan doa dari seluruh keluarga besar dan jemaat Gereja. Lagi-lagi Tuhan sungguh berpihak dan sangat menyayangi Agus dan keluarganya. Karena segala beban biaya saat Agus dirawat di rumah sakit yang mencapai angka sekitar Rp 200 jutaan lebih, terbayarkan dengan lunas. “Kami sendiri tidak mengerti dari mana uang sebanyak itu bisa didapatkan tanpa harus mengutang sana-sini. Apalagi kalau melihat keadaan keluarga kami yang sederhana ini, tidaklah mungkin bisa mengumpulkan uang sebanyak itu tepat pada waktunya,” ucap Agus takjub.
“Yang jelas saya sangat percaya, kalau semua ini adalah pekerjaan Tuhan. Dia memenuhi segala sesuatunya tepat pada waktunya tanpa kekurangan satu apa pun. Sungguh Yesus Tuhan Allah pribadi yang ajaib dan luar biasa,” tambah Agus yang juga diiyakan Priska dengan penuh haru. “Buat saya, Yesus itu sungguh sangat berarti. Saat itu tidak ada kata lain yang keluar dari mulut saya. Saya hanya bisa berkata, Tuhan, Engkau terlalu baik. Setiap saat saya katakan Tuhan itu terlalu baik,” urai putra ke dua dari pasangan Yanto dan Lienda Ishak ini menambahkan kesaksiannya. Gilbert
“Jika meninggalkan Agus berarti saya lari dari kenyataan”
Perkenalan Agus dan Priska terjadi dalam sebuah pertemuan ibadah di Gereja ketika Agus sedang bertugas di Batam. Mungkin inilah yang dinamakan jodoh. Meski berhubungan jarak jauh dan baru bertemu sebanyak tiga kali, akhirnya Agus dan Priska sampai juga ke pelaminan. Pernikahan pun direncanakan pada 14 April 2007 dengan segala bentuk persiapan yang mendekati sempurna. Sayang, dua minggu menjelang pernikahan, Agus mengalami kecelakaan dahsyat.
Bagi Priska, kondisi seperti ini bukanlah hal yang mudah untuk dihadapi. Bahkan disinilah kesetiaan Priska diuji. Apalagi kalau ditanya secara hati nurani seorang perempuan normal. Mana ada perempuan di belahan dunia manapun yang menginginkan calon suaminya hidup dalam keadaan cacat sehingga tidak lagi mempunyai masa depan. “Perjalanan kisah percintaan saya dengan Agus, sampai kami memutuskan untuk menikah memang tidaklah lama. Karena saya yakin semua ini rencana Tuhan karena kami selalu memulainya dengan doa. Jadi, kalau saya meninggalkan Agus yang sedang dalam keadaan koma, itu artinya saya lari dari kenyataan. Sebenarnya saya bisa saja dengan mudahnya meninggalkan Agus, tetapi buat saya itu tidak fair. Justru sebaliknya dalam hati saya waktu itu, saya merasa tertantang mau melihat sampai di mana Tuhan punya maksud atas hubungan kami. Makanya saya tak pernah berhenti berdoa pada Tuhan karena saya percaya rancangan Tuhan bukanlah rancangan kecelakaan, melainkan rancangan damai sejahtera,” tutur Priska yang usianya lebih muda 10 tahun dari Agus, suaminya.
Kendati pernikahannya tidak sesuai dengan rencana semula. Pada akhirnya Tuhan juga mengijinkan Priska dan Agus untuk bisa hidup bersama. Pernikahan mereka dilangsungkan pada 4 Agustus 2007. Gilbert
Agus Sembuh dengan Dukungan Doa Orang-orang yang Menyayanginya
Kelahiran, jodoh, rezeki, dan kematian, sepenuhnya adalah kuasa Tuhan. Setiap manusia sudah mempunyai jalan hidup masing-masing. Peristiwa yang dialami oleh Ezra Agus Susanto adalah sebuah peristiwa yang luar biasa ajaib. Sebab tidak semua orang bisa mendapatkan peristiwa persis seperti apa yang dialami Ezra Agus Susanto.
Kendati semua berjalan tak terduga dan menyakitkan secara fisik, bahkan menimbulkan ketakutan, tetapi nikmatnya semua itu berujung pada sebuah kisah kehidupan yang manis. Secara jasmani semangat Agus untuk hidup memang begitu besar. Hal ini juga seiring sejalan dengan semangatnya secara rohani. Dimana ketika terbaring tak berdaya, Agus tetap mengandalkan kekuatan imannya dan percaya kalau Tuhan akan memberikan yang terbaik atas apa yang sudah terjadi pada dirinya.
Meski vonis dokter mengatakan kalau hidup Agus hanya tinggal 35 persen saja dan sekalipun hidup tak lagi sempurna, tetapi semuanya itu hanyalah perkataan manusia. Sebab apa yang tidak mungkin terjadi di hadapan manusia, kebalikannya, justru sangatlah mungkin di hadapan Tuhan. Apalagi dengan dukungan doa dari orang-orang di sekitar Agus yang sangat menyayanginya.
Hanya satu yang Tuhan pinta dari setiap umat-Nya yaitu untuk tetap selalu percaya, jangan takut, dan jangan bimbang. Sebab Dia menyertai setiap kehidupan kita sampai sepanjang masa. Di luar itu, Alkitab mencatat, doa orang benar jika dengan benar dan sungguh-sungguh didoakan, maka akan besar kuasanya. Gilbert
Tidak ada komentar:
Posting Komentar